Sejarah Mesjid Kelurahan Wali
Sejarah Mesjid Kelurahan Wali
Masjid
yang dibangun di masa Syekh Abdul Wahid yang merupakan Masjid pertama Pulau
Binongko dijadikan sebagai tempat ibadah yang khusyuk. Beliau ini tergolong
seorang mukmin yang beramal semata-mata karena Allah SWT. Karena itulah beliau
dikenal dengan nama Khawas yang artinya
mukmin yang beramal semata-mata karena Allah SWT.
La Ode Sibi sangat besar jasanya
dalam membangun peradaban akhlak rohani manusia Binongko secara mapan. Di masa
itu beliau disegani dan disenangi oleh rakyatnya karena beliau yang sering
mengunjungi semua kampung dari rumah ke rumah sehingga beliau dapat mengetahui
keberadaan masyarakatnya. La Ode Sibi sebagai penerus penata peradaban aturan,
aturan sara adat Wali Binongko sesuai ajaran Islam yang sampai kini
dilestarikan antara lain, Kari’a Wali
Ajamani, adat Penyerahan Anak Angkat, Wandika dan Pilambe.
La Ode Sibi dimasa pemerintahanya
dapat melahirkan hukum atau sara adat Wali yang disebut “Tolu Mingku We’eli”
“Atumauri Lu’uno mata’u olawano
hate’u, ocirino hanci’u, jasadhi, rohi’u asomu Tolu Mingku We’eli nokoramba
pato mea Hakekati Toba, Rike’e nomo Tolu Mingku We’eli asomo nipia dandainto”
Artinya: “Kutitipkan air mataku pintu hatiku,
tetesan keringatku, jasad (tubuh), rohku (jiwa/nyawaku) untuk 3 Perbuatan
akhlak terdiri atas 4 sumber Keadilan dan Kebenaran, 4 Sumber kehancuran dan 4
sumber hakikat tobat. Inilah 3 Perbuatan untuk kita ingat”
Sara
Tolu Mingku We’eli (Hukum 3 Perbuatan akhlak) yaitu:
1. Patomea
Karonto Mai Kala’a (4 Sumber Keadilan dan Kebenaran)
1.1.Pomosasu
sasuaso (Saling Mengagungkan/Saling takut menakuti)
1.2.Pomoasi
asiaso (Saling Berkasih-kasihan)
1.3.Popia
piara (Saling Memelihara)
1.4.Poangka
angkata aso (Saling Menghargai Jasad/ Saling menghormati)
2.
Patomea Karopu Kasoka
(4 Sumber Kebinasaan)
2.1.To
sabaragau (Berbuat Sewenang-wenang, merampas hak orang lain).
2.2.To
lempagi (Melanggar/Melangkahi aturan)
2.3.To
pulu/Topogau nikalo aloaso (Berbuat yang Memalukan orang di mata majelis atau
orang banyak dengan kata memaki, anjing atau ketinggian hati.
2.4.To
helu (ambisi, nafsu ingin memiliki semua milik orang lain walaupun bukan
miliknya seperti korupsi, zina dan sejenisnya).
3.
Patomea Hakekati Toba
(4 Sumber Hakekat Tobat)
3.1.Soso
(penyesalan) yaitu menyesali atas segala perbuatan yang salah menurut agama dan
adat istiadat yang berlaku.
3.2.Bhutuki
(putusan) yaitu putusan hati/janji untuk tidak mengulangi perbuatan yang salah
atau bertentangan dengan agama dan adat istiadat yang berlaku.
3.3.Mbelaici
(menjauhi) yaitu suatu janji untuk menjauhi semua perbuatan yang bertentangan
dengan agama dan adat istiadat yang berlaku.
3.4.Hakunaasi
(Hak milik) yaitu saling mengakui hak milik sehingga kita tidak saling
melanggar hak milik orang lain.
Setelah La Ode Sibi
meninggal dunia sekitar tahun 1667 maka sara adat Wali (Sarano Wali) mengangkat
adiknya bernama La Ode Konse.
Makam La Ode Sibi ada
di Koncu Patua Wali Binongko.
Koncu Patua Wali
merupakan pusat kerajaan Wali Binongko sebelumbersatu dengan Buton pada 1334
Masehi. Wallahu A’lam (Sumber: LM. Riwai 2002)
2. Kolaki La
Ode Konse
La
Ode Konse adalah anak dari La Ode Parigia dengan Wa Ode Koloure, samahalnya
dengan La Ode Sibi dan Wa Ode Mimbara.
La
Ode Konse menjabat lakina Wali ke-2 menggatikan kakaknya La Ode Sibi yang telah
meninggal dunia untuk menjalankan amanah sara adat sekaligus sara agama Wali.
Dalam
menjalankan tugas sebagai Lakina Wali, beliau selalu berpedoman pada 4 (empat)
sumber kebenaran, 4 (empat) sumber kebinasaan, dan 4 Sumber hakekat
tobat/penyesalan.
Kemudian belia selalu mengikuti jejak kakaknya La
Ode sibi yang penuh pengabdian pada rakyatnya.
La
Ode Konse disamping memiliki ilmu tata pemerintahan, ilmu agama,juga beliau
mempunyai ilmu bathin yang tinggi yang diperolehnya dari istrinya bernama Wa
Ode Mimbali.
Dengan
ilmu yang dimilikinya itulah beliau mengabdikan dirinya pada negerinya sehingga
kehidupan masyarakat makmur rezeki di laut, di darat bahkan pelayar yang
melalang buana di negeri rantauan datang membawa keberuntungan. Keamanan
terjamin karena adanya persatuan dan kesatuan yang utuh masyarakat Binongko. La
OdeKonse pernah membantu Sultan Buton ke-10 Sultan Adillirahim/Oputa Mosabuna
Ikaika/La Simbata (1664-1669) untuk memindahkan pohon beringin besar yang
menaungi Kamali yang menghawatirkan akan tumbang menghancurkan Kamali. Dengan
ilmu bathinya semalam sentuh pohon beringin yang menghawatirkan itu dapat
dipindahkan entah kemana. Wallahu a’lam.
La
Ode Konse meninggal dunia di Koncu Patua Wali pada tahun 1721 dan sara adat
mengangkat adiknya lagi bernama La Ode Mimbara sebagai Lakina Wali ke-3
sekaligus Lakina Agama ke-3. (Sumber: La Herani : 2003) Wallahu A’lam.
3. Kolaki La Ode Mimbara (1721 -1750)
Pada
masa pemerintahan La Ode Mimbara sebagai Lakina Wali ke-3 punya inisiatif untuk
memindahkan pusat Kolakian Wali dari Koncu Patua Wali ke Benteng Raja Wali
melalui Musyawarah adat di Baruga Sarano Wali di Koncu Patua.
Dengan
inisiatif itu mendapat restu dari sara adat sehingga ditahun 1721 Masehi
Ibukota Kolakian Wali dipindahkan dari Koncu Patua Wali Kebenteng Raja Wali
sampai kini Ibukota Kelurahan Wali.
Menurut
kisah sejarah mengatkan bahwa La Ode Mimbara inilah yang meletakkan kabhelai
(tiang dan batu pertama) pembangunan Masjid Wali dan Baruga sarano Wali pada
tahun 1721 Masehi. Dengan waktuyang cukup lama beliau mengabdikan diri pada
negeri Pulau Binongko sehingga beliau diberikan oleh sara adat beberapa bidang
tanah diantaranya tanah Dhaci di lingkungan La andi andi Wali sekarang ini
sebagai tanah warisan buat anak cucunya.
La
Ode Mimbara, pada masa pemerintahannya menganjurkan agar setiap Kepala Keluarga
harus berusaha melalui bhangka (perahu layar) sebagaimana yang pernah dimiliki
oleh nenek moyang kita terdahulu. Dengan anjuran itu secaraperlahan masyarakat
Binongko dapt menguasai lautan dengan bangkanya (perahu layarnya) sehingga pada
masa itu dan sebelumnya Kerajaan Buton terkenal sebagai kerajaan Maritim.
Banyak orang Binongkodi kenal sebagai “Raja Laut”. Pelayaran mereka bukan hanya
di dalam negeri melainkan sampai di luar negeri seperti Australia, Malaysia,
Filipina, Thailand an bahkan samapi di Tanah Suci Makkah untuk naik haji.
La
Ode Mimbara wafat di Wali pada tahun 1732 dan dimakamkan di tanah Dhaci Wali
Binongko. Sumber: La Herani 2003.
4. Kolaki
La Ode Kancinga (1750 – 1774)
Setelah Kolaki La Ode
Mimbara wafat maka sara adat Wali mengangkat La Ode Kancinga sebagai Lakina
Wali ke-4.
Pada masa pemerintahan
La Ode Kancinga semua aturan agama dan adat ditegakkan sesuai yang dilakukan
pada Lakina Wali sebelumnya. Semua
kampung disetiap kadie baik kampung besar maupun kampung kecil yang terpisah
jauh dengan kampung besar harus memiliki masjid atau tempat pengajian ajaran
ajaran agama Islam tetap berakar di hati setiap orang Binongko.
La Ode Kancing juga
sangat akrab dengan rakyatnya. Beliau ini beranakkan La Ode Raduna yang
kemudian La Ode Raduna kawin di Palahidu dengan melahirkan anak bernama La Ode
Gadi. Setelah La Ode Gadi berumah tangga maka ia nobatkan oleh sara Adat Wali
menjasi Jou Palahidu yang pertama. Jou Palahidubertugasdan bertanggung jawab
atas keselamatan masyarakat Palahidu. Semua permasalahan yang terjadi pada
masyarakat yang tidak bisa diselesaikannya maka Jou Palahidu segera melaporkan
ke Lakina Wali. Demikian pula Bonto Popalia bertugas dan bertanggung jawab atas
keselamatan masyarakt Popalia dan Baluara (Taipabu).
Kemudian belia bersama
sara adat dan sara agama berkeliling ke kampung-kampung untuk menyampaikan agar
masyarakat yang ingin berlayar silahkan berlayar, yang senang berkebun silahkan
berkebun, yang menenun silahkan menenun, yang mempunyai keahlian menempah besi
silahkan menempah besi dan bagi orang yang senang memancing silahkan memancing
ataupun menjaring. Dan jangan lupa melaksanakan perintah Agama serta suka
mensyukuri semua nikmat Allah dengan kalimat “Kururu mai-mai”.
La Ode Gadi bersama
sara adat Wali menindirikan Masjid pertama di Palahidu. Maka dengan hal itu
utusan Buton terkejut melihat masjid Palahidu yang dibangun di dalam benteng
Palahdu karena kedatangan mereka ke Binongko ingin mengislamkan orang Binongko
ternyata Masyarakat Binongko sudah sejak lama memeluk Islam secara mapan.
La Ode Kancinga wafat
di Tohallo Wali pada tahun 1758.
Makam La Ode Gadi Jou
Palahidu yang pertama berada di dalam benteng Palahidu yang dikenal dengan nama
“Kuburu Tapi-tapi” (Sumber : La Ode St Patarani 2006)
5. La
Ode Luba (Lakina Wali ke-5), La Ode Ruba (Lakina Wali ke-6), La Ode Katimanuru
(Lakina Wali ke-7), La Ode Mendow (Lakina Wali ke-8), La Ode Sapati (Lakina
Wali ke-9) La Ode Mpurege (Lakina wali ke-10), La Ode Hasi (Lakina Wali ke-11),
La Seha (Lakina Wali ke-12), Lo Ode Asibati (Lakina Wali ke-13). Sumber: La Ode
Anendanga 2005, La Ode Sanuddin 2012, La Arumani 2012.
Menurut kisah sejarah dikatakan bahwa
mereka ini sudah cukup berbuat terbaik untuk negeri Binongko khususnya dan
Kesultanan Buton pada umumnya karena mereka inilah sebagai prlsnjut peradaban
Islam dan adat budaya masyarakat di Binongko dari generasi ke generasi sampai
di akhir hayatnya, semoga mereka bahagia di sana.
6. Kolaki
La Ode Gorau/Iyaro Motondu I Pasi/Iyaro Bukene (1835 – 1865)
Beliau
ini di masa pemerintahannya rajin dan cinta laut, suka memancing di karang
bersama cungguno pasi/parika tai(penjaga pantai/pengatur lokasi nelayan).
Adapun
karang atau pulau yang mereka kunjungi adalah Karang Koko, Karang Koromaha,
pulau Moromaho, Pulau Cuwu-cuwu dan Pulau Kente Olo yang termasuk dalam kadie
(wilayah) Binongko.
Tak
disangka semasih mereka berada di Karang Koromaha sebagai batas kadie (wilayah)
Binongko dengan Tomia, Bangka (perahu) kecil yang mereka tumpangi itu diterjang
ombak besar maka secara perlahan perahu itu tenggelam. Namun do’anya cepat
terkabulkan oleh Allah SWT sehingga datanglah segerombolan “Ikan Layar” dalam
bahasia wali di sebut isa kopangawa atau surei sampulawa.
Dengan
bantuan ikan layar inilah mereka semua dibawa sampai tiba di pantai Wali
Binongko sehingga La Ode Gorau bergelar
Iyaro Motondu Ipasi (mantan tenggelam di Karang). Sumber Wa Ode Mariati : 2012.
La
Ode Gorau sebagai Lakina Wali yang menjabat selama 30 tahun (1835 – 1865)
beliau yang berjiwa besar menyerahkan tongkat Lakina Wali kepada adiknya bernama
La Ode Bello tongkat Lakina Wali ke-14. Dan La Ode Bello menjabat sebagai
Lakina Wali selama 10 tahun (1865 – 1875) lalu beliau menyerahkan pula tongkat
Lakina Wali kepada adiknya bernama La Ode Ali Manangi sebagai Lakina Wali
ke-15. Beliau ini memerintah sebagai Lakina Wali selama 10 tahun (1875- 1885).
La OdeGorau sering
dipanggil oleh Sultan Buton ke-32 Sultan Kaimuddin Muhammad Umara (1886 – 1906)
untuk memikirkan tentang keselamatan Negeri Butuni (Buton). Karena bila tidak
dipikirkan sejak awal maka dikhawatirkan Negeri Buton akan jatuh ke tangan La
Cadi Raja Muna. Semua kadie (wilayah) kekuasaan Buton tidak seorang pun yang
berani untuk melawan La Cadi.
La Ode Gorau yang juga
bergelar La Ode Barkene (Iyaro Burkene) mengaku untuk menyampaikan pada sara
adat Wali bahwa siapakah yang akan tampil menghadapi La Cadi? Setelah itu La
Ode Goraukembali ke Wali Binongko untuk mencari pemuda yang tangguh. Maka
didapatlah seorang pemuda yang muda belia bernama La Ode Murjani yang rasa
takutnya minta ampun. Namun menurut kata hati La Ode Gorau hanyalah La Ode
Murjani yang bisa memenangkan pertempuran. Dengan berbagai rayuan dan do’a
sehingga La Ode Murjani menerima tawaran dari kolaki La Ode Gorau untuk
berperang melawan La Cadi. Berbagai ilmu beladiri, ilmu kebal 10 lapis kulit
kimah, ilmu kebal berlapis baja, ilmu melumpuhkan lawan, ilmu jaga kotatambaga,
ilmu barakati Wali. Kesemua tubuh La Ode Murjani oleh La Ode Gurau (La Ode
Burkene). Dan semua peralatan perang telah disiapkan seperti parang panjang,
tombak, labhi, hansu, pisau kecil, kampak, linggis, dan golok. Disamping itu
disiapkan pula perahu perang yang kuat, bekal yang cukup, seorang khatib,
seorang imam, dua orang moji (modim), enam (6) orang penjaga mayat, tujuh (7)
orang pembawa perahu.
Adapun yang akan tampil
dalam perang adalah:
1. La
Ode Murjani (Antar Maedani) Sebagai Penyerang Pertama
2. La
Ode Gorau (La Ode Burkene) Sebagai Penyerang Kunci Kebal
3. La
Ode Riende (Maraba’ani) Sebagai penyerang terakhir.
Setelah persiapan
mantap maka La Ode Gorau melaporkan hal ini kepada Sultan Buton bahwa Sara Adat
Wali telah menyiapkan Pasukan Perangnya dengan nama Pasukan Raja Wali, lalu
beliau kembali lagi ke Wali Binongko.
Pada tahun 1887 Pasukan
Perang Raja Wali siap tempur di bacakan do’a di atas Koncu Patua Wali tepatnya
di Masjid lama oleh para sara Agama dan sara Adat. Selama sebulan dilarang
membelah kayu, membunyikan gendang, menumbuk jagung, anak-anak dilarang
berteriak-teriak, ayampun tidak berkotek dan tidak berkokok, orang semua
tafakur berdoa kepada Allah SWT semoga pasukan perang Raja Wali menang.
Selesai dibacakan do’a
pada selesai shalat jumat saat itu, lalu sara Adat Wali meledakkan Badil
Barakati Wali yang suaranya menggelegarkan tanah Buton dan Muna tempat kediaman
La Cadi sebanyak 7 letusan sebagai pertanda bahwa pasukan siap tempur Raja Wali
telah bertolak dari Wali Pulau Binongko menuju Buton pada hari jumat pula
tepatnya pukul 08.00 pasukan perang Raja Wali telah berlabuh di Ngamanaumala
Buton, namun mereka tidak berani turun sebelum mendengar bunyi 7 letusan Badil
Barakati Wali yang dikendalikan di Koncu Patua Wali Binongko. Tidak lama
kemudian mereka mendengar bunyi Badil yang menggelegar sebanyak 7 letusan yang
mengakibatkan Tanah Buton dan Muna Bergetar. Dengan hal itulah mereka semua
naik d Keraton Buton untuk melaporkan kedatangan, kecuali 7 orangpembawa
perahu, meraka tetap di perahunya.
Hari jumat berikutnya
pasukan perang Raja Wali telah berangkat menuju Muna tempat kediaman La Cadi
bersama pasukan tambahan dari Buton sebagai pengurus kematian bila pasukan Raja
Wali gugur. (Sumber: La Arumani 2003)
Menurut La Arumani
(2012) seorang santri La Ode Muhammad Ali badaruddin (Anak La Ode Murjani/Oputa
Antara maedani) mengatakan bahwa sejarah tentara pasukan Raja Wali berlabuh di
Bambana Wulu Wuna/Muna tepatnya pukul 08.00 pagi hari jumat. Mereka belum
berani mendarat karena belum ada tanda komando ledakan Badil Barakati Wali di
Wali Binongko. Tidak lama kemudian mereka mendengar bunyi bagai ledakan Guntur
yang menggelegarkan Wuna (Muna). Dengan tanda komando itu pimpinan perang
tentara Raja Wali bernama La Ode Ali Manang memerintahkan pasukannya untuk
mendarat di kediaman La Cadi. Melihat halite La Cadi langsung menutup pintu
bentengnya yang tebalnya satu siku yang terbuat dari kayu jati. Pasukan Raja
Wali yang dipimpin La Ode Ali Manangi member salam kepada La Cadi, lalu La Cadi
menjawab Waalaikum salam pintuku susah terbuka. Tiga kali member salam hormat
kepada La Cadi namun jawabnya sama Waalaikum salam pintuku susah dibuka. Maka
dengan ilmu barakati kampak Wali, Pintu benteng La Cadi terbelah hancur
berkeping-keping. Melihat kenyataan itu, La cadi mempersilahkan masuk dan duduk
kepada pasukan tentara Raja Wali. Sambil makan pinang, La Cadi bertanya apa
tujuan kedatangan tentara Raja Wali di kediamanku ini? Lalu dijawab oleh La Ode
Alimanangi bahwa kami menemuimu ini membawa amanah dari Sultan Buton Kaimuddin
Muhammad Umara untuk kita bersama-sama dengan Buton. Namun apa kata La Cadi?
Dengan lantang La Cadi berkata bahwa saya tidak mau bersatu dengan Buton, malah
saya akan berusaha menyerang Buton. Kalau begitu tekadmu maka lebih baik kita
uji kekuatan, kata pemimpin perang Raja Wali La Ode Alimanangi. Akhirnya
majulah La Ode Murjani yang masih muda belia menawarkan kekuatan La Cadi untuk
bermain belah diri dengan tangan kosong. Apa kata La Cadi, bukan lawanku kau
masih sangat muda lebih abaik mengalah saja. Hai anak muda, lebih baik mengalah
saja. Dengan kalimat takabur itu darahnya mendidih menyerang La Ode Murjani,
namun sedikitpun La Ode Murjani tidak gentar menangkis dan menyerang La Cadi.
La Cadi terbanting ditindis La Ode Murjani, tapi La Cadi belum mengatakan kalah
sebelum nyawanya putus. La Cadi meminta agar permainan dihentikan dulu, kita
istirahat. Setelah selesai istirahat dilanjutkan lagi dengan tombak menombak,
parang memarangi, kampak mengampak, pisau memisau, dan guling gemuling. Dengan
amal Barakati Wali yang diniatkan oleh La Ode Gurau sebagai pemegang kunci doa
Wali akhirnya La Cadi jatuh tersungkur tapi belum mengalah. Melihat hal itu La
Ode Murjani meminta bantuan sama La Ode Muhammad seorang penembak dari Wolio
untuk menghabisi nyawa La Cadi, tapi tembakannya sia-sia pula. Maka terakhir La
Ode Alimanangi memerintahkan pada La Ode Riende untuk menghabisi nyawa La Cadi.
Disitulah terjadi guling-gemuling, tindis menindis, tikam-menikam, tampaknya
seperti ayam jantan yang disabung. Baik pihak dari Buton maupun pihak La Cadi
dari Muna sama-sama menjadi penonton. Sekitar menjelang sore hari La Cadi telah
menghembuskan nafas terakhir dengan tikaman pisau kecil pemotong lea La Ode
Riende. Maka tamtlah riwayat La Cadi Raja Muna, lalu kepala dan kelaminnya
dipotong oleh La Ode Alimanangi yang kemudian mereka pulang ke negeri Buton
dengan memabawa bukti kemenangan kepala dan kelamin La Cadi untuk
dipersembahkan kepada Sultan Buton Kaimuddin Muhammad Umara. Dengan hati yang
tenang Sultan Kaimuddin Muhammad Umara bersama-sama dengan para sara adat, sara
agama dan seluruh rakyat sekitarnya menyambut kedatangan pasukan tentara Raja
Wali Buton dengan menyampaikan melalui pidatonya antara lain bahwa bila tiba
saatnya nanti ajalku tiba, maka yang akan menggantiku adalah La Ode Murjani
yang nantinya bergelar Sultan Aidilrahim Muhammad asikin/Oputa Antara Maedani)
karena atas jasanya yang besar menyelematkan negeri ini dari ancaman La Cadi.
Atas nama Sultan Buton bersama pemerintahan kesultanan Buton dan masyarakat
Buton mengucapkan terima kasih yang sangat dalam pada tentara Raja Wali yang
telah berbakti mempertahankan nyawanya.
Banyak tentara La Cadi
yang menyerah dan ikut ke negeri Buton sebagian lagi bertahan untuk tinggal di
Muna.
Selanjutnya beberapa
hari kemudian tentara Raja Wali pulang ke Binongko, yang tentunya sesampainya
di Wali Binongko tentara Raja Wali disambut dengan meriah dengan penuh rasa
kepada Allah SWT (syukur dalam bahasa
Wali “Kururu mai-mai Waopu Allahu taala”).
7. Kolaki
La Ode Budo/Iyaro Boncu (1965 – 1875)
Kolaki
La Ode Bello sebagai
8.
0 Response to "Sejarah Mesjid Kelurahan Wali "
Post a Comment